Salah satu dasar hukum pengendalian vektor adalah PERMENKES
Nomor 374/Menkes/Per/III/2010 tentang Pengendalian Vektor.
Definisi Pengendalian vektor adalah semua kegiatan atau
tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi vektor serendah mungkin
sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko untuk terjadinya penularan penyakit
tular vektor di suatu wilayah atau menghindari kontak masyarakat dengan vektor
sehingga penularan penyakit tular vektor dapat dicegah. Sedangkan vektor adalah
artropoda yang dapat menularkan, memindahkan dan atau menjadi sumber penular
penyakit bagi manusia.
Penyakit tular vektor merupakan penyakit menular melalui
hewan perantara (vektor). Penyakit tular vektor meliputi Malaria, Dengue
(DD/DBD), Chikungunya, Japanese B Encephalitis (radang otak), Filariaris
limfatik (kaki gajah), pes (sampar) dan demam semak (scrub typhus). Selain itu, juga terdapat penyakit saluran
pencernaan, seperti disentri, kolera, demam tifoid dan paratifoid yang
ditularkan secara mekanis oleh lalat rumah.
Penyakit tular vektor merupakan satu diantara penyakit yang
berbasis lingkungan yang dipengaruhi oleh lingkungan fisik, biologi dan sosial
budaya.
Sedangkan Binatang Pengganggu (BP) adalah binatang yang
dapat menganggu, menyerang atau pun menularkan penyakit terhadap manusia,
binatang maupun tumbuhan.
Pengertian Sanitarian/Ahli Kesehatan Lingkungan
Sanitarian/Ahli Kesehatan Lingkungan adalah tenaga
profesional di bidang kesehatan lingkungan yang memberikan perhatian terhadap
aspek kesehatan lingkungan air, udara, tanah, makanan dan vektor penyakit pada
kawasan perumahan, tempat-tempat umum, tempat kerja, industri, transportasi dan
matra. (Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
373/Menkes/Sk/III/2007 Tentang Standar Profesi Sanitarian).
Kompetensi Sanitarian
Dalam menjalankan peran, fungsi dan kompetensinya, tenaga
sanitarian harus memiliki kompetensi sesuai dengan standar kompetensi.
Kompetensi mengenai vektor dan binatang pengganggu yang tertuli dalam Permenkes
adalah sebagai berikut :
Point (14)
Melakukan survai vektor dan binatang pengganggu, Melakukan
analisis hasil Survai Vektor dan Binatang Pengganggu.
Point (25)
Mengoperasikan alat-alat aplikasi pengendalian vektor.
Point (30)
Melakukan pengendalian vektor dan binatang pengganggu.
Point (43)
Melakukan intervensi administrasi sesuai hasil analisis
sampel air, udara limbah, makanan minuman, vektor dan binatang pengganggu.
Point (44)
Melakukan intervensi teknis sesuai hasil analisis sampel
air, udara limbah, makanan minuman, vektor dan binatang pengganggu.
Point (45)
Melakukan intervensi teknis sosial sesuai hasil analisis
sampel air, udara limbah, makanan minuman, vektor dan binatang pengganggu.
Flashback Akademis, Mata Kuliah Pengendalian Vektor & BP
Penulis mencoba membuka kembali lembaran kertas transkrip
nilai D-3 Kesehatan Lingkungan yang mulai terlihat usang. Dalam transkrip nilai
tertera jumlah angka kredit yang berhubungan dengan pengendalian vektor adalah:
Entomologi = 2 SKS (mata kuliah dasar)
Pengendalian Vektor & BP = 6 SKS (mata kuliah inti)
Wow…amazing! jumlah SKS yang tidak sedikit!.
Bahkan Permenkes No. 1201 Th. 2004 tentang Pengangkatan PNS
dalam jabatan Fungsional Entomolog kesehatan secara gamblang menyebutkan bahwa
: Entomolog Terampil berijazah serendah-rendahnya Diploma I Kesling (SPPH),
atau Diploma III Entomolong Kesehatan, Kesehatan Lingkungan dan Sarjana Muda
Biologi. Hal ini membuktikan bahwa dalam pengendalian vektor hanya dari rumpun
kesehatan lingkungan dan biologi, yang lainnya ‘no way!’.
Dari sekian profesi yang ada di lingkungan kesehatan
(dokter, dokter gigi, apoteker, asisten apoteker, epidemiolog, perawat,
penyuluh kesmas, bidan, nutrisionis, pranata laboratorium kesehatan, adminkes
radiografi, teknisi elektromedis, dan rekam medis), sewaktu duduk di bangku
akademis mereka tidak mendapatkan mata kuliah sebanyak itu! Atau mungkin malah
mereka sama sekali tidak mendapatkannya. Jadi, masih meragukankah lulusan
kesehatan lingkungan?.
Program mengenai vektor & BP di Dinkes Kab. Sumedang
Program-program yang berkaitan dengan pengendalian vektor di
Dinkes Kab. Sumedang antara lain : Program Penyakit DBD, Chikungunya, Malaria, Filariasis, Zoononis (Antraks, Leptosprirosis, Pes, Flu Burung, dan
Rabies), dan Angka Bebas Jentik.
Fakta tentang Program vektor & BP dengan sanitarian:
Fakta-fakta yang ada saat ini adalah :
Pemegang program penyakit tular vektor baik di kabupaten
maupun puskesmas seluruhnya adalah bukan profesi sanitarian.
Tidak ada satupun sanitarian di Kabupaten sumedang yang
berperan sebagai pemegang/penanggung jawab program penyakit tular vektor (DBD,
Chikungunya, Malaria & Filariasis) ataupun menjadi bagian dari tim baik di
dinkes maupun puskesmas.
Kompotensi vektor & BP pada sanitarian belum dipandang
sebagai suatu kompetensi dalam pengendalian penyakit tular vektor oleh
stakeholder dan pemegang kebijakan di dinkes dan puskesmas.
Kegiatan program-program pengendalian penyakit tular vektor
baik di dinkes maupun puskesmas tidak melibatkan sanitarian.
Di lapangan, ada keterlibatan sanitarian puskesmas tetapi
sifatnya sukarela tanpa adanya aspek legalitas (surat tugas dengan uraian
tupoksi).
Profesi sanitarian belum terakomodir pada seksi/bidang lain
selain pada seksi kesling dan adanya persepsi yang kurang tepat bahwa
sanitarian cuma boleh berada di 'sekat' Seksi Kesling.
Pemberian suatu tupoksi program penyakit tular vektor kepada
petugas lebih berdasarkan tradisi dari tahun ke tahun dari generasi terdahulu
atau penunjukan subyektif langsung tanpa mengutamakan kompetensi profesi, basic
akademis maupun diklat-diklat yang sesuai. Misalnya: bila di dinkes dipegang
oleh suatu suatu profesi (walaupun tidak memiliki kompetensi) maka di puskesmas
juga harus dipegang oleh profesi yang sama.
Melihat dasar kebijakan, kompetensi yang ada, basic akademis
dan fakta-fakta tersebut diatas munculah pertanyaan-pertanyaan: Akankah
kompetensi vektor pada sanitarian akan terus digilas oleh profesi lain?
Akankah jalur kompetensi vektor pada sanitarian yang selama
ini tertutup dapat terbuka kembali sehingga dapat menunjukkan “taring” sanitarianyang
seutuhnya?
Maukah kompetensi vektor pada sanitarian akan selalu
terkubur dalam-dalam oleh invasi profesi yang lain?
Sudah saatnya sanitarian ‘bangkit dari kuburnya’, dan sudah
seharusnya sebagai pengurus & anggota HAKLI berani menabuh genderang, meniupkan
terompet sehingga para stakeholder dan pemangku kebijakan dapat mendengarkan
harmoni irama pencerahan mengenai kompetensi sanitarian yang sudah sewajarnya,
seyogyanya, dan seharusnya digunakan pada program-program pengendalian penyakit
tular vektor di Kabupaten Sumedang.
Amin.#
Sadono S, Disampaikan pada Silaturahmi Anggota HAKLI Cabang Sumedang
Tanjungsari, 18 Mei 2013